Dampak Negatif Membandingkan Anak dengan Anak Lain
Efika menjelaskan beberapa dampak yang muncul secara psikologis pada anak yang sering dibandingkan, antara lain menurunkan rasa percaya diri anak, membuat anak menarik dir dari interaksi sosial, hingga menimbulkan persaingan antar saudara.
“Anak yang sering dibanding-bandingkan dapat mengalami berbagai dampak psikologis. Misalnya, mereka mungkin merasa tidak cukup baik, yang bisa menimbulkan stres dan kecemasan. Hal ini juga bisa mengurangi rasa harga diri dan keyakinan mereka pada kemampuan sendiri. Jika perbandingan ini terus-menerus terjadi, anak mungkin cenderung menarik diri dari interaksi sosial dan bahkan dari orang tua mereka. Selain itu, hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya persaingan antar saudara kandung.” imbuh Efika.(*)
Baca juga : Orang Tua, Pahami Bentuk Bercanda dengan Anak Secara Tepat dan Tidak!
Teori dan Penyebab Orang Tua Membandingkan Anak
Sebelum membahas dampak, mari bahas mengenai faktor pendorong yang membuat orang tua membandingkan anak. Sebagai Psikolog, Efika menjelaskan bahwa terdapat 2 perspektif yang dapat menjelaskan fenomena membandingkan anak dalam pengasuhani, yaitu social comparison theory & expectancy value theory.
“Penyebab umum kecenderungan orang tua membandingkan anaknya, dapat dilihat dari 2 perspektif, yaitu social comparison theory; teori ini menjelaskan bahwa orang tua secara alami membandingkan kemampuan dan pencapaian anak untuk memastikan mereka berkembang sebagaimana mestinya. Kemudian expectancy value theory, yang menggambarkan bagaimana harapan orang tua terhadap anak dapat mendorong mereka membandingkan satu anak dengan yang lain berdasarkan sejauh mana mereka memenuhi ekspektasi tersebut.” jelas Efika.
Sementara itu, seringkali orang tua membandingkan anak untuk memotivasi, yang padahal berdampak negatif pada anak.
“Tidak jarang orang tua juga menyampaikan cenderung membandingkan anaknya dengan tujuan untuk memotivasi anaknya. Namun hal ini sebenarnya seringkali justru memberikan dampak yang kurang baik terhadap anak.” kata Efika.
Baca juga :Orang tua, Inilah Waktu dan Alasan Tepat Tumbuhkan Kemandirian Anak
(Membandingkan anak sering diniatkan untuk memotivasi, padahal memberi efek negatif tanpa disadari. Dok. Cikal)
Apa sebetulnya penyebab orang tua membandingkan anak dan dampak negatif dari membandingkan anak secara jangka panjang? Simak lebih lengkapnya berikut ini!
Baca juga :4 Cara Sekolah Cikal Menjaga Kesehatan Mental Anak Sejak Dini
Dampak Membandingkan Anak/Efek Membandingkan Anak
Ilustrasi anak tidak percaya diri. FOTO/iStockphoto
Dampak membanding-bandingkan anak bukanlah hal yang dapat disepelekan. Ingatan terkait perilaku membanding-bandingkan bahkan dapat teringat di memori anak dalam jangka panjang hingga dewasa.
Bahkan ingatan saat anak dibandingkan, dapat ikut dipraktekkan anak ketika kelak menjadi orang tua yang mendidik buah hatinya.
Sekilas membanding-bandingkan anak memiliki efek positif bagi anak. Namun tidak semua anak dapat mencapai tren positif yang dipikirkan orang tua.
Maka dari itu, kasus membanding-bandingkan anak justru menyebabkan terjadinya dampak-dampak negatif.
Berikut ini beberapa dampak atau efek sering membanding-bandingkan anak dengan orang lain:
1. Anak merasa tidak bisa apa-apa
Anak yang kerap dibanding-bandingkan akan cenderung memiliki rasa serba salah dalam melakukan berbagai hal.
Sebab, anak merasa apapun yang dia lakukan tidak akan membuat orang tuanya bahagia.
2. Kecemasan anak meningkat ketika mendapat masalah atau melakukan berbagai hal
Orang yang tua yang kerap membanding-bandingkan akan membuat anak merasa tidak mampu melakukan berbagai hal atau masalah dan dapat menimbulkan kecemasan berlebih.
Hal itu terjadi karena adanya perasaan bahwa orang tuanya yang tidak mendukungnya dan cenderung membandingkan hasilnya dengan milik orang lain yang lebih baik.
3. Kepercayaan anak hilang serta menumbuhkan sikap antisosial
Anak yang kerap dibanding-bandingkan dapat memiliki rasa malu yang besar. Maka dari itu, perkara tersebut dapat membuat seorang anak mengurung diri.
4. Harga diri anak rendah
Ada anak yang menanggapi kritik dari orang tua dengan menyimpannya sendiri. Namun kemungkinan hal itu bisa berkembang dengan keyakinan bahwa ada sesuatu yang salah pada diri mereka dan menyebabkan perasaan dirinya selalu rendah di depan orang lain.
Jika anak terus-menerus dibandingkan dengan mengecap bahwa dirinya tidak cukup baik daripada anak-anak lain, maka perasaan yang muncul adalah dirinya tidak baik dan kondisi ini jika terus dibiarkan, suatu hari nanti bisa menjadi pemicu aktif rasa sakit yang laten, sehingga membuat pikiran dan tubuh anak menjadi kacau.
5. Anak merasa ditolak
Masalah terbesar bagi seorang anak adalah ditolak karena keasliannya, dan berusaha menjadi orang lain demi yang menyenangkan orang tuanya.
Penolakan orangtua pada anak yang berusia yang masih sangat muda berisiko anak mengalami masalah kesehatan mental di kemudian harinya.
6. Merasa superior dibanding yang lain
Dikutip laman Times of India, terkadang membanding-bandingkan juga dapat membuat seorang anak percaya bahwa ia lebih unggul dari yang lain, merampas kerendahan hati dan secara halus menanamkan kesombongan ke dalam kepribadiannya.
7. Anak menjadi benci kepada orang tua karena kerap membanding-bandingkan
Orang tua yang lebih meninggikan prestasi orang lain di hadapan anaknya juga akan membuat buah hatinya kecewa.
Terlebih lagi, anak akan membenci orang lain yang menjadi tolak ukur pembanding dari orang tuanya.
Selain berefek kepada anak, perilaku membanding-bandingkan juga memiliki dampak kepada orang tua.
Salah satu dampak kepada orang tua yang suka membanding-bandingkan adalah hilangnya pandangan akan kemampuan dan keunikan anak. Sebab bisa jadi pandangan orang tua menjadi fokus kepada anak lain.
Kenapa Orang Tua Selalu Membanding-Bandingkan Anaknya?
Sebagian besar orang tua mendambakan anaknya tumbuh, berkembang, serta berprestasi.
Oleh sebab itu, orang tua melakukan berbagai hal supaya orang dapat meningkatkan kemampuannya, salah satunya adalah membandingkan dengan saudara kandung maupun orang lain.
Tujuan dari membanding-bandingkan yang dilakukan orang tua kepada anak sebenarnya baik. Orang bertujuan supaya anak dapat meniru sesuatu yang baik dari saudara kandungnya maupun orang lain.
Kendati demikian, anak bisa saja salah paham mengenai apa yang orang tua lakukan. Maka dari itu, perilaku membanding-bandingkan anak dapat dikurangi, dan orang tua lebih memberikan dukungan kepada anak.
1. "Ya ampun, apakah kamu lupa bahwa aku ada di dunia ini?"
2. "Sepertinya kamu sering kali melupakan betapa pentingnya arti keluarga."
3. "Aku harap aku juga bisa melupakanmu seperti kamu melupakan tanggung jawabmu padaku."
4. "Ingin sekali aku tahu apa yang membuatmu lupa akan perasaanku seorang ibu/ayah."
5. "Sangat lucu bagaimana kamu bisa mengingat semua hal untukmu sendiri, tapi mengabaikan aku."
6. "Apakah kamu tahu, setiap kali kamu melupakanku, itu menyakitkan hatiku?"
7. "Aku merasa diabaikan dan tidak berarti saat kamu terus mengabaikanku."
8. "Orang tua tidak pernah terlupakan, kecuali ketika anak-anaknya melupakan mereka."
9. "Jangan pernah lupa bahwa kamu adalah warisan terbaik yang pernah aku miliki, tetapi juga yang paling sering aku dilupakan."
10. "Dulu aku berharap kamu akan selalu mengingat betapa besar rasa cintaku kepadamu, tapi sepertinya harapan itu terlalu banyak."
11. "Kamu mungkin lupa akan hal-hal kecil dalam hidupmu, tapi sayangnya aku tidak bisa melupakan perasaan kecewaku terhadapmu."
12. "Aku tahu kamu sibuk, tapi jangan biarkan kesibukanmu membuatmu melupakan orang yang selalu ada untukmu."
13. "Dalam kehidupan ini, satu-satunya orang yang seharusnya kamu lupakan adalah aku, bukan sebaliknya."
14. "Sekali-kali ingin rasanya kamu merasakan betapa sakitnya rasa kecewa seorang orang tua."
15. "Bagaimana mungkin kamu lupa? Aku harap kamu tidak lupa bagaimana aku membawa kamu dalam rahimku selama sembilan bulan penuh."
16. "Kamu mungkin lupa, tapi aku tidak akan pernah melupakan semua pengorbananku untukmu."
17. "Kamu berhutang padaku dengan rasa sayang dan perhatian yang selalu aku berikan, jadi jangan lupa membayar hutangmu itu."
18. "Ketika kamu lupa, aku merasa hancur karena kamu melupakan betapa berharganya aku sebagai orang tuamu."
19. "Jangan pernah lupakan bahwa kecewa adalah harga yang harus kamu bayar atas lupa dan ketidakperdulianmu."
20. "Ingin rasanya aku bisa menghapus semua kenangan indah yang pernah kita bagikan, seperti kamu menghapus kenangan tentang tanggung jawabmu."
21. "Setiap kali kamu melupakanku, aku merasa seperti sekeping puzzle yang hilang."
22. "Aku bahkan tidak tahu apakah kamu masih mengingat betapa berharganya aku sebagai orang tua."
23. "Kamu mungkin menganggap lupa sebagai hal yang sepele, tapi untukku itu adalah pukulan kecil yang menusuk hati."
24. "Apakah kamu sengaja melupakan aku, ataukah aku memang tidak cukup berarti untukmu?"
25. "Jika kamu terus melupakanku, perasaan kecewa ini akan menjadi tumpukan batu yang tidak pernah reda."
26. "Orang tua memang tidak bisa mengatur ingatan anak-anaknya, tapi kita berharap kamu bisa mengatur tanggung jawabmu."
27. "Setiap kamu melupakanku, aku merasa seperti bola yang dilempar dan ditinggalkan begitu saja."
28. "Ingin rasanya aku bisa menghilang seperti apa yang kamu lakukan saat melupakan tanggung jawabmu terhadapku."
29. "Kamu mungkin lupa, tapi aku harus menghadapi rasa kecewa ini setiap hari."
30. "Andaikan kamu ingat bahwa orang tua adalah tempat berlindungmu, bukanlah tempat yang bisa kamu lupakan begitu saja."
Harga, Rendah ke Tinggi
Psikologi Membandingkan Anak
Ilustrasi. Getty Images/iStockPhoto
Terdapat berbagai alasan terjadinya perilaku membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua.
Salah satu alasan kuat terjadinya sibling rivalry adalah keluarga yang memiliki anak-anak dengan usia yang tidak terpaut jauh.
Titiek Idayanti dan Surya Mustikasari dalam jurnal Hubungan Pola Asuh Orang Tua dengan Sibling Rivalry Pada Anak Usia Prasekolah (3–6 Tahun) (2014) menuliskan bahwa perasaan cemburu dan benci biasanya dialami anak yang terhadap kelahiran saudara kandungnya, terlebih jarak usia mereka terlalu dekat.
Perilaku membanding-bandingkan anak dengan orang lain mungkin tidak dapat dihindari karena memuat hal positif.
Kendati demikian, orang tua dapat mengurangi perilaku membanding-bandingkan anak dengan orang lain. Dalam hal ini, orang tua seharusnya dapat memberikan pengarahan dan membimbing anak.
Sebagai contoh ketika terjadi sebuah perselisihan antar anak, orang tua dapat mencari tahu sumber masalah, dan tidak memihak kepada salah satu. Kemudian orang tua mengajarkan kepada anak untuk saling memaafkan.
Kemudian untuk kasus membanding-bandingkan anak kepada orang lain, orang tua sebaiknya mengetahui bahwa tidak semua individu dapat disamaratakan.
Apabila menginginkan anak menjadi unggul tentunya dibutuhkan berbagai pengorbanan mulai dari waktu, biaya, dan sebagainnya.
Membandingkan anak bukanlah hal yang dapat dibenarkan. Sebagaimana jika kasus tersebut dibalik, orang tua satu dengan lainnya tentu tidak dapat dibandingkan. Mereka memiliki penghasilan hingga cara mendidik anak yang berbeda-beda.
Informasi Cikal Support Center
Tanyakan informasi mengenai pendaftaran, program hingga kurikulum Cikal melalui Whatsapp berikut :+62 811-1051-1178
Artikel ini ditulis dan dipublikasikan oleh Tim Digital Cikal
Narasumber : Efika Fiona Gultom M. Psi., Psikolog, Psikolog Klinis dan Konselor SMP dan SMA Cikal Amri Setu
Editor : Salsabila Fitriana
Penulis : Rahma Yulia
tirto.id - Efek membandingkan anak dengan orang lain di antaranya bila menghilangkan rasa kepercayaan diri anak hingga anak menjadi benci kepada orang tua atau siapapun yang dibandingkan dengannya.
Tidak hanya berefek kepada buah hati, membanding-bandingkan anak dengan orang lain juga membuat kepercayaan orang tua hilang.
Perilaku membanding-bandingkan anak merupakan salah satu kasus yang masih kerap terjadi di Indonesia.
Kasus membanding-bandingkan anak tidak hanya dilakukan orang tua kepada sesama saudara kandung bahkan kepada orang lain.
Perilaku membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua dapat disebut dengan istilah sibling rivalry.
Kendati tujuan dari perilaku sibling rivalry adalah memberikan motivasi anak, namun perbuatan tersebut memiliki efek tidak baik kepada anak bahkan orang tua sebagai pelaku utama.
Dalam jurnal Hubungan Antara Pola Asuh Orang Tua dan Pengetahuan Ibu Terhadap Sibling Rivalry Pada Anak Usia 3–5 Tahun di TK Aisyiah Bantul Yogyakarta Tahun 2017 (2018) yang ditulis Sri Dinengsih dan Melly Agustina, dijelaskan bahwa sikap membanding-bandingkan anak yang dilakukan orang tua merupakan bentuk kekerasan.